Perkenalkan, aku Mekar. Seorang potters yang baru “mekar” sekaligus seorang istri yang saat ini sedang membantu suami mengelola bisnisnya. Sibuk? Memang. Tapi aku enjoy dengan apa yang aku lakukan.
Menjadi seorang potters, memang tidak terjadi begitu saja. Dunia keramik buatan tangan ini sejujurnya membantu aku untuk healing karena stres dari pekerjaanku. Simak kisahku selengkapnya, ya!
Selepas kuliah, aku bekerja sebagai “motiongrapher designer” di sebuah media online ekonomi yang sedang naik daun. Banyak orang yang menganggap pekerjaanku keren, tapi tidak denganku. Stres dan tidak bahagia adalah hal-hal yang aku rasakan saat menjalani hari-hari kerja.
Tak tinggal diam, aku mencoba mencari hal berbau seni yang aku harap bisa membuatku bahagia. Mulai dari melukis, menyulam, menggambar sampai merangkai bunga. Sayangnya, setelah aku mencoba, justru aku merasa bosan.
Di tahun ketiga, aku memutuskan undur diri sebagai “motiongrapher designer” dan bernaung di sebuah perusahaan perhiasan. Langkah ini yang aku harap bisa membuat pandanganku akan pekerjaan sebelumnya bisa berubah. Ternyata? Tidak semudah itu Ferguso!
Sampai akhirnya, untuk pertama kalinya setelah pencarian panjang akan hobi dan minat, aku menemukan serunya pottery, yaitu kerajinan membuat barang pecah belah dari tanah liat. Awalnya aku hanya menghabiskan waktu dengan menonton video-video pottery di sosial media, sampai akhirnya aku tahu apa yang aku mau.
Berlanjut dengan kesukaan menonton video, aku mencari tempat kursus pottery. Aku excited mencari tempat kursus yang bagus karena kali ini aku memiliki niat yang besar untuk mendalami pottery. Sayangnya, beberapa kali jadwal kelasku dibatalkan karena situasi pandemi. Tidak mudah, sampai akhirnya aku berhasil bergabung di kelas pottery pertamaku.
Di kelas itu, aku berhasil menghasilkan keramik pertamaku. Rasanya menyenangkan meski kerajinan yang satu ini memang tidak semudah kelihatannya. Aku kira bisa dilakukan secara instan seperti melukis dan kegiatan “nyeni” lainnya yang pernah aku lakukan.
Keramik pertama yang aku buat
Bahkan, sekedar membuat tanah liat bisa presisi di atas pottery wheels saja aku kesulitan. Ini baru proses awal, sampai proses pewarnaan ternyata membutuhkan ketelitian dan waktu yang tidak sebentar. Keramik cantik yang banyak dijual saat ini ternyata harus melalui proses yang panjang.
Produk @creamic.co
Dimulai dari mengolah tanah liat (wedging), pembentukan, menunggu kering untuk dilakukan trimming, sampai bagaimana harus melalui proses pembakaran di suhu 800 derajat selama 8 jam atau yang disebut bisque. Barulah saat proses bisque selesai, masuk ke teknik pewarnaan dengan cairan khusus yang disebut glasir.
Selesai? Belum. Keramik selanjutnya masuk ke proses pembakaran yang kedua dengan suhu lebih tinggi lagi yaitu 1.240 derajat selama 12 jam. Setelah itu didiamkan selama 2 hari sampai suhu di dalam tungku sama dengan suhu ruang.
Hal lain yang membuat kerajinan pottery menjadi hal yang bisa dibilang tricky, bagaimana menemukan supplier yang tepat untuk bahan baku. Selain harganya mahal, menemukan supplier yang tepat memang tidak mudah. Meski Pottery ini sulit tapi menyenangkan untukku, karena aku merasa mendapatkan tantangan baru setiap harinya.
Foto Produk @creamic.co
Perjalanan belajar pottery tak hanya aku lakukan di satu studio keramik di Jakarta. Aku mencoba bergabung di studio lain yang membawaku berkenalan dengan potters lainnya. Perkenalan tersebut memberiku banyak pelajaran.
Sempat membuatku down karena banyak hal tak terduga yang terjadi selama aku mendalami keramik, karena itu aku terpaksa harus berhenti membuat keramik beberapa saat, akhirnya aku mulai lagi. Aku sadar, saat ini pottery adalah hal yang membantuku untuk lebih baik karena sebagai sarana meditasi. Sebab, pottery mengajarkan aku untuk peka dengan sentuhan, suara, penglihatan dan yang terpenting aku belajar fokus pada satu hal.
Saat membuat keramik, aku merasa seperti sedang bermain dan imbasnya aku seperti mendapatkan energi semangat dan bahagia yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Aku bisa menuangkan semua emosi dan pikiranku saat melakukan hal ini.
Aku sadar, keramik dan aku adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sampai akhirnya lahirlah @creamic.co, “bibit” yang aku tanam dan akan aku semai dengan harapan akan bisa “mekar” suatu hari nanti. Aku memutuskan full time mengembangkan @creamic.co.
Instagram @creamic.co
Bingung adalah kata yang tepat saat aku memulai bisnis ini. Sebab, aku merasa tidak memiliki bakat memasarkan suatu produk. Tak patah semangat, aku belajar secara online, mencari tahu apa yang harus dilakukan dalam memulai sebuah bisnis khususnya berjualan secara daring.
Ikut pameran/bazar adalah salah satu cara yang aku lakukan. Aku bergabung dari satu bazar ke bazar yang lain. Aku juga mempelajari cara berjualan dari orang-orang yang ada di bazar. Dari mulai satu keramik yang terjual sampai akhirnya aku sadar persediaan keramikku menipis.
Bazar keramik pertama @creamic.co
Aku ingat, harga keramik yang aku tawarkan saat itu berkisar mulai dari Rp 100.000 sampai Rp 400.000 Setidaknya sebanyak 40 pcs keramik terjual kala itu. Dengan berbagai bentuk mulai dari gelas, mug, mangkok, saucer, dan lain sebagainya.
Tak sampai di situ, aku berkolaborasi dengan para potters dengan cara membuat pameran di sebuah cafe di wilayah Jakarta Selatan. Tak diduga, antusias orang-orang akan keramik sangat tinggi. Pameran yang dibuka selma 3 hari itu ramai dikunjungi pecinta keramik.
Tim kolaborasi pameran keramik
Dari sini aku semakin yakin akan terus bergelut dengan keramik. Target selanjutnya selain punya studio keramik sendiri, aku ingin mengikuti program inkubasi bisnis W20 #sispreneur yang diselenggarakan oleh sisternet.
Nantinya, ilmu yang didapatkan dari program tersebut, aku harap bisa menjadi bekal untuk membesarkan @creamic.co dan membuat workshop keramikku sendiri. Tentunya, aku juga berharap bisa mendapatkan kesempatan untuk memenangkan hadiah berupa modal bisnis dari sisternet yang akhirnya bisa membantuku mewujudkan mimpi untuk membuat studio keramik sendiri.
Di bawah ini aku akan rinci apa saja dan berapa harga bahan dan alat yang digunakan dalam bisnisku. Diantaranya adalah:
Setelah penjabaran yang panjang ini, aku berharap @creamic.co akan “mekar” pada akhirnya. Aku juga berharap @creamic.co bisa memberikan dampak sosial dan lingkungan kedepannya. Artinya, akan ada orang lain yang bisa juga mendapatkan kebahagiaan dengan pottery di @creamic.co. Terima kasih.
Berikut adalah tabel daftar harga bahan yang digunakan untuk meracik glasir.