Setelah lebih dari belasan tahun jadi pekerja di berbagai perusahaan penerbitan dan media, akhirnya saya, Santi Hakim, memutuskan untuk memiliki usaha sendiri. Sebenarnya saat bekerja, saya sempat punya usaha sampingan. Namun karena tidak dikelola secara serius, akhirnya rontok begitu saja sebelum membuahkan hasil.
Jadi, berdasarkan hal itu, saya pahami bahwa segala sesuatu harus dikerjakan secara focus. Sekecil apapun usaha kita, harus dikerjakan dengan sepenuh hati dan dipikirkan secara matang.
Saat covid-19 mulai merebak, seorang teman yang memiliki usaha cireng mau menjual beberapa mesinnya karena usahanya mulai menurun omsetnya. Apalagi ketika pandemi yang mengharuskan kegiatan belajar di sekolah ditiadakan. Padahal sekolah adalah pasar terbesar produk cireng.
Teman saya ini, Teh Meli dan suaminya adalah pekerja keras. Mereka sepanjang malam memproduksi cireng agar pagi-pagi saat distributor datang, produk siap diangkut dan disebar ke kantin-kantin. Mereka tidak peduli merek, tidak pusing memikirkan pemasaran karena semua dipercayakan kepada distribut, dan tidak punya waktu mengurus perizinan. Karena tanpa itu pun usaha mereka sudah berjalan lancar bertahun-tahun dan menghasilkan cuan yang tidak sedikit.
Namun pandemi mengubah semuanya. Mendadak mereka kehilangan pasar, omset menurun drastis. Parahnya lagi, mereka tidak tahu siapa end-user mereka ketika para distributor berhenti mengambil produk karena sekolah ditutup.
Melihat kondisi tersebut, akhirnya saya memutuskan untuk bergabung dalam usaha ini. Ternyata kerja keras saja tidak cukup untuk memepertahakan sebuah usaha. Perlu kerja cerdas untuk membuatnya sustainable. Inilah porsi saya dalam kerja sama ini, mambangun tim yang solid, produk yang unggul, dan usaha yang berkelanjutan.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menganalisis produk. Ketika cireng sebagai produk andalan sedang sulit dipasarkan, perlu ada “hero” baru. Saat itu, masyarakat banyak berkegiatan di rumah dan sangat peduli dengan kesehatan. Oleh karena itu, dilahirkanlah produk makanan olahan yang praktis dan sehat. Akhirnya jadilah sosis ayam WIZZ yang praktis, halal (karena ayam disembelih sendiri untuk memastikan kehalalannya), dan sehat (kerena tanpa pengawet, pewarna buatan, dan non-MSG).
Di saat penjualan melesu, inilah saatnya membangun branding. Saya buatkan merek PONDOK CABE untuk produk existing dan merek WIZZ untuk produk baru. Bahkan merek tersebut langsung diurus HAKI-nya. Selain itu juga dilakukan pengurusan semua perizinan mulai dari NIB, halal, dan PIRT hingga akhirnya dilegalkan sebagai PT Meraki Cipta Rasa. Bahkan di luar dugaan, pada tahun itu kami mendapat fasilitas GMP (Good Manufacturing Practices). Sungguh kami sebagai UMKM sangat terbantukan dengan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Di sisi lain, selain kerja keras dan kerja cerdas, kami juga paham bahwa segala usaha bergantung pada kuasa-Nya. Untuk itu kami bukan hanya menghitung ROI (Return on Investment) tapi juga memperhitungkan ROA (Return to Akheera). Kami sisihkan sebagian keuntungan untuk berbagi kepada anak yatim dan kaum dhuafa melalui kegiatan santunan dan jumat berkah. Berharap ridha-Nya atas segala ikhtiar yang telah dilakukan. Kami tawakal dan ikhlas akan hasilnya.
Produk WIZZ sausage sebenarnya diproduksi dengan alat seadanya yang biasa digunakan untuk membuat adonan cireng. Idealnya pengaduknya adalah bowl cutter, mesin mixer adonan bermata pisau. Namun inilah upaya optimal yang bisa kami lakukan untuk tetap bertahan di tengah masa sulit tanpa harus terlalu banyak mengeluarkan modal tambahan untuk membeli mesin baru.
Meski demikian, tekstur dan rasa tetap menjadi perhatian utama kami. Terbukti WIZZ sausage berhasil unggul dan menjuarai berbagai kompetisi. Di antaranya adalah Juara 1 Lomba Makanan BPJE kategori Frozen Food, Juara 1 Tangsel Digifest, Juara 2 Healthypreneur Ladang Lima, dan Juara 3 Hijrahpreneur ISEF 2022.
Jujur saja, mengikuti sejumlah kompetisi selain untuk menambah wawasan dan link pertemanan, juga merupakan strategi kerja cerdas untuk mendapatkan dana hibah. Dengan demikian kami bisa memiliki tambahan investasi untuk menggenjot pemasaran dan membeli alat produksi.
Sebut saja, hadiah dari kompetisi digital kami gunakan untuk meningkatkan penjualan secara online. Hadiah dari kompetisi lainnya kami belikan mesin pengaduk abon dan continuous vacuum sealer yang harganya lumayan mahal.
Hal yang sama juga menjadi alasan mengapa kami ikut serta dalam Kompetisi Modal Pintar yang diadakan oleh Sisternet ini. Sebelumnya juga kami pernah mengikuti program lainnyabyang digelar Sisternet. Nah, kalau menang #KMP2023 nanti, dana hibahnya akan kami jadikan modal untuk membeli mesin bowl cutter idaman seharga Rp 28.000.000. Selain itu juga perlu penambahan alat cetak sosis otomatis seharga kurang lebih Rp 12.000.000 agar produksi bisa lebih ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya.
Selebihnya, dana tersebut akan digunakan untuk meningkatkan pemasaran. Salah satunya adalah optimasi marketplace dan fee untuk influencer di media sosial.
Semoga usaha yang menggabungkan antara work hard dan works smart ini berbuah manis di #KMP2023. Satu hal yang saya pelajari dari kerjasama ini, khususnya soal work hard dan work smart adalah: “Those who work hard, work alone. Those who work smart, work as a team. If you work hard, you will earn good rewards. If you work smart, you will earn great rewards. But if you hard and work smart, you will earn extraordinary rewards.