#Sispreneur Tumbuhan-pun Jadi Cuan (Kreatif, Unik, Bertindak, dan Berjejaring)
Halo preneurs, ternyata kepercayaan diri dan nekad adalah modal utama saat kita takut untuk memulai hal yang kita anggap merugikan. Contoh saja saya Khoerun Nisa atau biasa dipanggil Nisa, anak muda yang sudah berumur 24 tahun, dan berasal dari Pucuk Gunung Slamet. Tentu, jika saja saya tidak merantau dari satu kota ke kota lainnya, mungkin saat ini tidak memiliki keberanian dan tekad untuk maju dengan tujuan manfaat kepada sekitarnya. Preneurs, saya pernah berpikir bahwa saya tidak memiliki passion untuk Berdagang Sejak tahun 2013, saya jualan minyak wangi bersama teman saya dan hanya bertahan 1 tahun. Kembali mencoba berjualan pada tahun 2015; menjual kue pisang-coklat keliling kampus (hanya balik modal) dan menjadi reseller online serta madu (mengalami kerugian). Meskipun berpikir, ini bukan passion saya, karena saya aktif juga menjadi relawan prabono menebarkan literasi di Desa, dan kegiatan yang tidak mengandung keuntungan. Kembali saya berpikir, apakah karena lingkungan saya?
Menekan pada diri sendiri, bukan salah lingkungan, namun belum ada tekad untuk maju ke depan dengan menerima segala konsekuensi yang akan terjadi pada diri sendiri. Selanjutnya pada tahun 2018 bulan Desember saya ingin menjual kembali, namun tetap menjaga bumi, yaitu dengan menjual sedotan bambu / sedotan bambu. Pada tahun 2019, setelah saya dan tim membuat kegiatan selama 7 bulan di Desa Ponggok, yakni Kamp Literasi Hijau; mengundang 120 relawan dari daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Hari terakhir saat sesi Angkringan Dialog, bersama mbak Nadine Candrawinata, dan pegiat-pegiat lainnya. Pada sesi tersebut, terdapat beberapa orang yang menjadi preneurship, salah satunya Mbak Rembang membawakan tas yang bermotif daun (ecoprint). Kemudia saya tertarik untuk belajar ecopreneur.
Ada beberapa orang yang bertanya; kenapa usaha gak menguntungkan banyak aja sih, ribet amat ecoprint, yang beli juga tidak ada kan? Respon saya, justru menambah keyakinan bahwa apa yang akan saya jalani, pasti mendapatkan hasil yang berkah, karena menjalani usaha dari hati. Kembali lagi menjawab; bisnis itu pakai otak, bukan perasaan Nis! Saya pun menanggapi dengan senang hati; bahwa kepedulian teman saya terhadap saya ini sungguh besar, karena ditakutkan mengalami kerugian dan tantangan yang rumit. Namun, saya percaya bahwa bisnis akan berjalan dengan baik, jika bisnis tersebut memiliki kepercayaan diri yang didukung oleh hearth, soul, and minded. Singkat cerita, saya belajar ecoprint ke Rembang, lalu survei langsung ke sedotan bambu di Solo--yang sudah berhasil ekspor ke Vietnam, Jepang, Amerika, dll Akhirnya pada tahun 2019 bulan Agustus, saya memulai berani mengkampanyekan sedotan bambu #bamboostraws, Alhamdulillah beberapa teman support dan menjalin kerjasama juga, meskipun belum memiliki keuntungan. Saat itu, modal 300.000 sudah dapat omzet 2.000.000 rupiah, meskipun sangat tipis hasilnya; saya justru memiliki ide-ide kreatif untuk mengembangkan pengembangan. Bagaimana caranya limbah sedotan tadi dapat digunakan kembali, yaitu dengan memberikan diskon kepada pelanggan untuk menukar sedotan yang sudah tidak terpakai, untuk dijadikan sampul buku.
Pada kenyataannya, belum ada yang pernah mengembalikan sedotan tersebut, dengan alasan sedotan ini unik. Dari pernyataan tersebut, saya berpikir kembali; dapatkah sedotan bambu menjadi aksesoris pernikahan, atau semacamnya. Terkendala pada waktu dan kerugian, tahun 2020 berhenti menjual sedotan bambu dan menjadi tim kreatif desa untuk membantu kembalinya bangkit ekonomi Desa di Desa Ponggok, Klaten, Jawa Tengah. Kembali menjadi reseller baju, namun tidak ada yang laku sama sekali. Evaluasi pada diri sendiri, bahwa saya belum memiliki fokus pada usaha yang dijalani. Tahun 2021, di Desa Ponggok mengadakan kegiatan ngecobar se-Jawa Tengah. Kesempatan bagi saya, diberikan kesempatan pelatihan gratis membuat batik dengan motif daun, sampai pada pewarnaannya pun bahan alami, sehingga limbah batik ini tidak membuat kerusakan lingkungan.
Tahun 2022 bulan Maret, lolos program dari Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah untuk mendampingi UMKM dan Pemuda di Desa miskin ekstrim di Kabupaten penempatan, saat ini saya di Kabupaten Pemalang, Desa Bantarbolang. Selain membantu UKM Desa, saya juga memberanikan diri dan percaya diri untuk membuka usaha sendiri sekaligus menjadi program unggulan di desa penempatan. Kegiatan yang ditanggung sendiri dari biaya dan ide, maka saya mencari cara untuk menghasilkan CUAN dari Tumbuhan. Sedikit cerita, desa tersebut memiliki hutan jati, namun hutan tersebut milik DINAS PERHUTANI, lalu saya akan memanfaatkan daun jati sebagai bahan utama ecoprint dan memberanikan diri untuk membuka ecoprint Patala brand saya sendiri. Brand yang sudah ada sejak tahun 2020, namun terkendala tidak berani, dan takut. Patala kembali hadir dengan brand fashion, makanan, dan minuman. Bersama Asosiasi Ecoprinter Indonesia, saya mengikuti kelas ecoprinter dan melakukan tryal and error bersama karangtaruna desa tersebut. CUAN ini mengandung makna; Creative, Unique, Action, and Network. Keempat rahasia ini yang ditekadkan dalam diri saya untuk berani mengambil langkah.
Tepat sekali dengan program W20 #Sispreneur, saatnya perempuan Indonesia berani mengambil resiko, langkah, dan mengeluarkan ide-ide kreatifnya untuk menjadi kenyataan. Kalau bahasa bangun tidurnya yaitu dream is coming in the world. Sebagai bagian dari perempuan Indonesia yang tidak ingin mimpinya tergerus oleh overthingking dari dalam diri, dan tidak percaya pada diri sendiri, yang memiliki tujuan bersama-sama bergerak membuat ecoprint di Desa-desa, agar Ibu Rumah Tangga juga memiliki kreasi dan berkumpul menjadi sebuah UMKM. Ecoprint nanti memanfaatkan tumbuhan yang ada, sekaligus memberikan edukasi menjaga alam, melalui kreatifitas-kreatifutas kekinian. Semoga Program W20 ini menjadi jembatan Perempuan Berdaya di Desa, agar ekonomi di desa bergerak dan mampu menopang ekonomi keluarga di era saat ini. Ketika sudah menjadi era transformasi digital, di Desa masih menuju digitalisasi Desa. Harapannya, program W20 Sispreneur menjadi tangan sambung pergerakan ekonomi di Desa melalui Patala.
Beberapa Desa tertentu juga meminta Patala untuk menjadi fasilitator membuat ecoprinter, pemasaran digital, namun melihat perkembangan di desa binaan masih belum berhasil, maka langkah yang akan dilakukan yaitu produk #sustainablefashion ini menjadi brand fashion yang ramah lingkungan serta merawat ekosistem untuk menjadi ekonomi yang sehat. Terima kasih Program W20 Sispreneur