It is what it is.
Memang betul, perang antara choices akan terus ada berdampingan setiap saat, karena hidup adalah serangkaian pilihan keputusan yang kita ambil – begitupun juga ketika aku memulai usaha minuman Kombucha ku..aku – Nungki Harsanti, ingat ketika itu secara spontan aku memilih untuk menawarkan kerja sama usaha dengan ayahku karena kulihat beliau membutuhkan moral support di dalam pemasaran minuman Kombucha yang beliau buat. Aku melihat bahwa produk yang dihasilkan bagus, karena Kombucha is a potential source of probiotic, jadi aku juga melihat bahwa ada potensi yang bisa dikembangkan di sana - lagipula belakangan aku juga tahu bahwa ternyata pada zaman dahulu minuman ini sering dibuat orang secara tradisional, sebagian orang menyebutnya teh Oong, teh Wong, teh Jamur, -sehingga ini menambah nilai dari produk yang beliau buat. Saat itu aku masih bekerja dan aku putuskan untuk total berwirausaha ketika aku melihat bahwa usaha yang kami buat membutuhkan aku untuk bisa lebih fokus di dalam membangun bisnisnya. Kami memulainya di tahun 2019 - sebelum pandemic Covid 19 - beliau mengajarkan bagaimana cara membuat Kombucha ketika aku berkunjung ke Jakarta, dan sekarang aku sudah bisa membuatnya sendiri di Bali.
Perjalanan usaha ini bisa aku katakan cukup unik karena sebenarnya aku sama sekali tidak mengerti bagaimana harus menjalankan usaha dari nol – jadi ajakan aku untuk bekerjasama dengan ayahku sebenarnya lebih kepada alasan agar beliau “feel supported” - pun dalam hal membuat logo - aku lupa kenapa waktu itu, tapi seingatku aku harus menyelesaikan pembuatan logo nya dalam waktu tigapuluh menit...maka jadilah logo dengan tampilan sekarang, yaitu foto dari kedua orangtua ku dengan warna-warna yang meriah.. kesannya rumit..yah sudahlah, memang saat itu rumit..haha..yang penting mulai aja dulu, maka selalu ada jalan..seperti slogan Tokopedia dan maz Gojek, bukan? :) Aku amazed dengan mereka, by the way.
Seiring dengan berjalannya waktu aku disibukkan dengan berbagai webinar dan diklat yang berkaitan dengan usahaku – Oya, nama usaha kami aku namakan “CAPTAIN JOSO” named after his name, Joso dan karena pensiunan Nakhoda Kapal, maka aku beri kata Captain di depannya. Jadilah demikian pada kala itu, a loving partnership between father and daughter.
Japanese Community event.
Berbekal dengan informasi dari diklat yang aku ikuti mengenai HKI, maka setelah diklat selesai, dengan sisa waktu yang kurang dari satu jam aku langsung bergegas ke Denpasar untuk melakukan pendaftaran merek Captain Joso. Entah kenapa kesempatan yang ada selalu mepet waktu nya, tapi aku jabanin aja karena kebetulan sedang ada fasilitas free kala itu..dan pada akhirnya semua usahaku terbayar. Setelah menunggu sekian lama, keluarlah HKI merek dari Captain Joso.
Pencapaian demi pencapaian walaupun kecil selalu aku syukuri. Betul juga ..dari step yang mulai aja dulu, mulai saat ini, baby step..terus tetap dalam melangkah.
Events by events..course by course
Terima kasih buat endors nya, Maz-maz yang baik hati..
Namun..langkahku sepertinya pada suatu saat terasa hanya melangkah di tempat. Bagaimana tidak, impianku untuk membawa Kombucha naik lebih tinggi terhambat oleh karena sejak akhir 2019 semua minuman harus mempunyai izin BPOM, sedangkan aku belum bisa memenuhi persyaratannya karena satu dan lain hal, diantaranya biaya perbaikan fasilitas.
When the going gets tough, the though gets going. Aku memutuskan untuk melihat keadaan ini sebagai peluang – aku harus mampu beradaptasi, maka aku melakukan brainstorming dan mendapatkan ide untuk membuat Root Veggies..keripik umbi, yang tentu perijinan nya akan lebih sederhana. Keripik Umbi ku aku namakan ROOTIE RONNIE, rootie karena diambil dari kata root dan Ronnie karena aku ambil dari nama Ibuku. Senang lah ayah dan ibuku karena awak ni adil jadi anak..bapak dapat Kombucha, mamak dapat Umbi, toh? Hehe..
Eat your rainbows...get back to your roots
Lanjut kita dengan slogan dari Rootie Ronnie sendiri, yaitu “Get back to your root (s)!” Saat membuat slogan ini aku sedang memikirkan banyak hal berkaitan dengan cara kita dalam menjalankan usaha. “Battle” di dalam memilah-milah hal antara yang ingin dilakukan dan harus dilakukan. Begitu banyak pilihan usaha yang bisa dijalankan dan juga begitu banyak cara dalam menjalankannya. So complex dan many aspects to be taken into account . Kita perlu wisdom dan clarity dalam menentukan apa yang akan kita present kan, showcase kan kepada khalayak ramai, but most of all apa yang akan kita present kan kepada The One that we worship.
Menurut orang bijak, bila kita melihat perspektif dari atas ke bawah maka semua hal akan menjadi lebih “simple”. Jadi aku praktekkan hal itu..get back to my root..bagi aku hal ini artinya adalah mengingat hal benar yang telah ditanamkan di dalamku, salah satunya adalah menempatkan orang.. manusia, diatas yang lainnya – human over things. Maka aku membuat design kemasan Rootie Ronnie dengan huruf Braille yang dikerjakan oleh komunitas sebuah sekolah, suatu community empowerment, yang juga memberdayakan kaum perempuan. Dengan adanya huruf Braille yang dicantumkan pada kemasan, maka bisa diartikan bahwa kita menghargai keberadaan mereka, sekalipun mungkin mereka sendiri bukanlah target market kita – target kami lebih kepada healthy community yang memang selama ini bagus feedback nya, dan cukuplah omzet nya untuk menghidupiku – sekalipun ada effort lebih yang harus kami lakukan di dalam mewujudkan design packaging kami yang baru, kami tetap semangat. Get back to your roots sendiri secara harafiah dapat diartikan untuk kembali makan umbi-umbian sebagai pengganti nasi karena banyak zat baik terkandung di dalamnya. Maka slogan kami sebenarnya mengandung dua pesan, yang explisit dan implisit.
that Braille dots meaning is.. YOU ARE LOVED
The making...
Sebagai catatan, selain nama brand dan produk, kami juga menuliskan “YOU ARE LOVED” dalam kemasan Braille tersebut, agar mereka yang tidak bisa melihat, bisa merasakan bahwa mereka dicintai, bisa “feel content” – in a way. Dan by the way - sekarang design kemasan tersebut juga sudah kami patenkan, sehingga menjadi design kemasan satu-satunya dan pertama di Indonesia yang menggunakan huruf Braille. Hal ini kami lakukan sebagai implementasi dari diklat mengenai HKI yang pernah kami ikuti, kami berusaha untuk selalu menerapkan apa yang sudah kami pelajari, sehingga pelatihan yang kami ikuti tidak sia-sia.
Kami juga concern dengan climate change issues, kami terus memikirkan bagaimana produk kami bisa sustainable dan berdampak baik di masyarakat, maka kami bekerjasama dengan suatu Carbon Eco company, dimana setiap bulannya kami membeli satu buah Baby Coral, karena dengan cara inilah kami dapat melakukan carbon offset di dalam usaha kami.
Selain itu, untuk menampung banyak gagasan lain maka aku sudah membuat PT. Perseorangan dengan nama BRAVO ZULU PROJECT INDONESIA (Bravo Zulu adalah Navy military term yang artinya well done), dimana Captain Joso akan menjadi subbagian disana.
Terima kasih aku tujukan kepada Bapak Joko Widodo selaku Presiden di Indonesia dan jajaran pemerintahannya karena sudah melakukan banyak terobosan di dalam membantu rakyatnya dalam berusaha.
Dengan mengikuti ProgramW20 Sispreneur ini aku berharap bisa belajar lebih lagi, menambah wawasan serta networking, dan bila aku mendapatkan hadiah modal bisnis, maka aku akan gunakan sebagian untuk kolaborasi usaha dengan komunitas
Semoga inovasi-inovasi yang selalu aku lakukan akan membuat para sisters dan pelangganku makin loyal dan menjadikan aku lebih semangat lagi untuk berkarya. Amin!
@Captain.Joso_Kombucha.Bali, @Nungki.Harsanti
From bali with love, big thanks buat semua pihak yang sudah mendukung secara langsung maupun tidak langsung - kedua orang tua ku, Pak Tani Mike Sinsoe, Bu Dir Damayanti Husein, Rothrock family, Pak Kantu dan rekan, Eric & Fam. (hihi kepake juga photos nya), mbak Dayu berdua :), Pak Raden Tedy KADIN, Pak Sandiaga Uno, Maz Al, Kang Hedi, Bapak Presiden Jokowi, Sisternet, Speak Project, W20 event Team and to my Lord & Savior, Jesus Christ.