#Sispreneur Dokter Hewan Jual Nasi
Semua orang ingin hidup sukses. Jalan untuk menuju itu sungguh panjang dan berliku. Aku, Eva Fatimah adalah satu di antara orang-orang yang berharap meraih kesuksesan itu. Untuk menggapai harapan tersebut tidak cukup dengan melangitkan doa, melainkan harus ikhtiar dan bekerja keras. Saat ini aku sedang berjuang untuk menggapai keinginan tersebut. Aku ingin mapan secara ekonomi tapi keluarga tetap terperhatikan.
Saat menikah tahun 2013, aku tercatat sebagai seorang karyawan bergelar dokter hewan di satu perusahaan ternama di kota Bandung. Sebagai seorang karyawan tentu waktu di rumah menjadi terbatas. Seiring berjalannya waktu, 4 bulan pascamenikah aku hamil anak pertama. Suami merisaukan kehamilanku yang akhirnya memintaku untuk berhenti bekerja. Sungguh berat mempertimbangkan permintaan tersebut, sebab semua kakak perempuanku adalah pekerja keras. Mereka baik-baik saja menekuni dua profesi sebagai ibu rumah tangga dan karyawan. Akan tetapi atas dasar cinta dan dalam rangka taat kepada suami, aku pun berhenti bekerja. Memasuki usia kehamilan 6 bulan, aku duduk manis di rumah mengurus rumah tangga. Si super sibuk beralih full diam di rumah menunggu kelahiran buah hati. Kondisi itu sungguh membosankan. Aku kembali merindukan suasa bekerja yang penuh tantangan. Kebosanan yang sangat luar biasa, kalau harus pake level mungkin anak zaman now bilangnya, "Udah bosan level dewa". Selain itu, tuntutan Kebutuhan sehari-hari terus membengkak, sementara jumlah uang yang diterima tidak sebanyak ketika sama-sama menjadi pekerja. Maklum pernikahanku bersama suami memang menganut konsep pom bensin, "Kita mulai dari nol ya!"
Ya jujur dengan konsep itu, sepertinya aku memang tidak cocok hanya jadi bendahara, menerima uang bulanan lantas mengatur uang bulanan itu untuk berbagai keperluan rumah tangga. Aku pun berpikir bagaimana caranya agar bisa mempunyai penghasilan tanpa harus ke luar rumah. Aku lalu mengkomunikasikan ideku pada suami untuk membuka usaha kuliner. Dasar pemikirannya, Aku tiap hari memasak dan setiap orang lapar pasti teringat makan. Gayung bersambut, suami menyetujui ideku. Atas bantuan kakakku, ide itu direalisasikan. Tahun 2014 tepatnya bulan Mei, aku membuka usaha kuliner dengan menu andalan ikan bakar. Bermula dari modal sedikit dan tempat sempit. Aku ditemani 2 orang pegawai yang bertugas memasak dan menghidangkan. Sedangkan aku berperan sebagai orang yang dituntut harus multitasking mulai dari tukang belanja bahan kebutuhan, juru masak, kasir, bahkan saat kondisi ramai bisa skaligus jadi pramusaji.
Pada evaluasi tahun pertama usaha yang aku rintis belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Jumlah pendapatan tidak sesuai dengan beban operasional yang dikeluarkan. Jangankan bisa menyimpan kelebihan keuntungan yang ada hanya cibiran “Sekolah tinggi-tinggi jadi dokter hewan hanya biasa jualan nasi. Akh untuk jual nasi tidak kuliah pun bisa!”. hups! ini sangat menyakitkan. Pernah sempat terpikir untuk mengehentikan usaha tersebut. Namun ingat 2 karyawanku, akhirnya niat itu diurungkan.
Potret tempat usaha di tahun pertama
Semua harus berubah lebih baik. Demi tujuan itu aku giat membaca sejumlah referensi kiat mengembangkan usaha demi meningkatkan pendapatan dan kemudian bergabung di berbagai komunitas UMKM. Dari berbagai pelatihan yang diselenggarakan komunitas UMKM yang aku ikuti, aku memperoleh banyak informasi mengenai ilmu pengetahuan dalam mengembangkan usaha kuliner diantaranya manajemen pengelolaan usaha kuliner, tata cara mengatur keuangan, bahkan ilmu mempromosikan usaha melalui offline maupun online. Dengan meningkatnya jejaring usaha, promosi secara offline terjadi dari mulut ke mulut secara gencar. Berbagai testimoni positif dari produk kulinerku mulai terdengar saat beberapa pengunjung datang ke tempatku. Begitu pun melalui online, aku belajar sedikit demi sedikit promosi melalui media sosial seperti instagram dan facebook. Selain itu aku juga menggunakan jasa E-Commerce dan media partner lokal untuk membantu mempromosikan usahaku. Hasilnya sangat luar biasa. Usaha kulinerku semakin hari semakin dikenal. sampai akhirnya aku pun memilki website untuk usahaku.
Dengan bertambahnya jaringan usaha di komunitas UMKM, aku mulai membuka gerai penitipan berbagai produk kemasan dan cemilan UMKM di daerahku dengan sistem konsinyasi. Beberapa pelaku UMKM mentipkan produknya. Tentu ini sungguh menguntungkan antarsesama anggota. Simbiosis mutualisme pun terbentuk. Bersama UMKM maju Bersama, untung semua.
Potret gerai UMKM Ikan Bakar Rawabango
Promosi dari mulut ke mulut luar biasa dampaknya. Ditambah promosi di media sosial, pengunjung yang datang ke tempatku pun semakin hari semakin bertambah. Terutama di bulan Ramadan menjadi berkah tersendiri. Banyak komunitas yang mengadakan acara buka bersama. Aku pun memerlukan tambahan karyawan. Usahapun semakin berkembang. Pada tahun ke lima usaha berjalan karyawan yang awalnya hanya dua orang bertambah menjadi dua belas orang. tempat usaha yang sempit yang awalnya hanya menampung dua puluh orang kini dapat menampung sampai seratus lima puluh orang.
Sekarang tempat usahaku sudah menunjukkan kemajuan yang pesat dan menjadi rumah makan yang representatif dengan nama Rumah Makan Ikan Bakar Rawabango. Perjuangan belum berakhir. Aku yang pada mulanya hanya berpikir untuk keuntungan pribadi, kepedulian sosialku terbentuk. Aku ingin mengembangkan usaha yang mampu menyediakan banyak lapangan kerja. Oleh karena itu, ke depannya aku ingin mengembangkan usahaku supaya lebih besar lagi. Rencana jangka panjang aku ingin menambah cabang baru dan aku yakin aku bisa mewujudkannya. adapun rencana jangka pendek aku ingin membuat ruangan besar sejenis aula agar pengunjung yang datang ke tempatku dapat memanfaatkan fasilitas tersebut untuk acara besar keluarga dan perkantoran. Aku yakin usaha yang kulakoni ini memiliki peluang yang besar jika dikelola dengan optimal.
Potret Karyawan Ikan bakar Rawabango
Saat aku berpikir bagaimana agar semua rencanaku dapat terwujud, aku memperoleh informasi mengenai program inkubasi bisnis W20 Sispreneur dari Sisternet. Aku yakin dengan mengikuti program tersebut aku bisa meningkatkan kemampuanku dalam mengelola usaha yang sedang aku jalani saat ini. selain itu program ini tentunya bisa membantuku menambah jejaring bisnis yang tentunya itu sangat banyak manfaatnya untuk perjalanan bisnisku ke depannya. Dalam program ini, Sisternet juga mengadakan kompetisi menulis artikel bisnis dengan reward yang sangat menarik. Aku pun ikut dalam kompetisi tersebut, aku yakin dapat menjadi salah satu peserta yang layak dipertimbangkan untuk menjadi juara karena selama delapan tahun usahaku berjalan aku mampu melalui segala tantangan yang luar biasa dengan modal kemauan yang kuat dan usaha yang maksimal.
Jika aku terpilih menjadi salah satu juara dalam kompetisi ini aku akan manfaatkan untuk mewujudkan rencana jangka pendek yaitu membangun aula besar. Adapun biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan tempat tersebut berjumlah seratus tiga puluh enam juta rupiah (Rp. 136.000.000,-). Dengan rincian Rp. 80.000.000,- untuk bangunan; Rp. 40.000.000,- untuk furniture; Rp. 15.000.000,- perlengkapan makan; Rp. 1000.000 untuk seragam pegawai. Jumlah tersebut belum termasuk modal produksi. Karena untuk modal produksi sudah aku persiapkan dari kelebihan profit usaha yang sudah dijalankan. Dengan adanya aula tersebut aku yakin dapat menambah nilai tambah atas usaha yang ku jalani karena banyak pengunjung yang datang menanyakan fasilitas tersebut. Tapi karena terbatasnya tempat sayang sekali belum dapat diakomodir. Dengan bertambahnya fasilitas ini dalam waktu dekat aku akan menambah kembali jumlah karyawan sehingga cita-citaku menciptakan lapangan kerja lebih banyak lagi bisa terwujud. Dengan meningkatnya lapangan kerja di daerah, anak-anak muda tidak perlu lagi pergi ke ibu kota untuk mendapat pekerjaan. Prestasi yang membanggakan saat semua impianku dapat tercapai.
Salam perjuangan untuk seluruh #Sispeneur Indonesia. Apa yang kita harapkan pasti akan selalu ada jalan selama masi ada kemauan yaitu kemauan untuk berkorban. Semangat berjuang bersama Sisternet.