#Sispreneur ES.ECO Minuman Kekinian yang Tidak Pernah Lekang oleh Zaman

Assalamualaikum, Saya Wahyu Ardianti Woro Seto, kerap dipanggil Woro. Saya perempuan berusia 29 tahun. Saat ini saya memiliki bisnis minuman kekinian bernama es.eco. Pengalaman saya dibidang bisnis makanan dan minuman sudah 12 tahun. Namun banyak proses yang sudah saya lewati

Awal berbisnis ketika saya menduduki Sekolah Menengah Atas (SMA). Waktu itu saya berjualan es lilin dan makanan ringan yang saya bawa ke sekolah. Waktu itu niat saya berjualan hanya untuk mendapat uang jajan karena uang saku saya dari orangtua saya sangat terbatas. Jualan saya terbilang lancar. Saya tidak pernah merugi, meski mendapat untung yang kecil.  Dengan modal kegigihan dan tidak pernah merasa malu untuk berjualan, saya bisa jajan di sekolah seperti teman-teman saya yang lain. Bagi saya, berjualan es lilin yang saya buat sendiri dengan bahan-bahan yang baik menjadi hal yang patut dipertahankan. Jualan harus berkualitas dan tidak merugikan orang lain, apalagi makanan dan minuman adalah sesuatu yang masuk ke dalam tubuh manusia. Sehingga tidak boleh kita memberikan bahan pemanis buatan atau apapun yang menyebabkan tubuh seseorang bisa mengalami sakit.

Setelah lulus SMA, saya melanjutkan usaha dengan membuka catering di Kampus. Saya mengikuti banyak organisasi dan berjejaring dengan teman-teman agar mendapatkan banyak kenalan sekaligus bisa mempromosikan catering saya. Di kampus memang lahan basah untuk membuka jasa catering karena sering kali banyak mengadakan acara atau event, baik seminar maupun training. Dengan modal berjejaring itu, bisnis saya lancar hingga bisa membeli motor dan laptop. Tak hanya itu saya bisa merenovasi rumah orangtua agar layak huni.

Saat bisnis catering itu berlangsung, ibu-ibu tetangga saya yang belum memiliki pekerjaan, ikut bekerja dengan saya untuk membantu memasak atau mengemas snack box dan nasi kotak.  Saya juga ikut melarisi dagangan tetangga saya yang berjualan jajanan pasar, jika ada pesanan snack box, saya pesankan di tetangga saya itu. Prinsipnya saya untung dia untung. Saling memberi rezeki.

Sebelum lulus kuliah, bisnis catering snack dan nasi box itu saya limpahkan ke sebuah komunitas ACBI (Aksi Cinta Budaya Indonesia) di mana komunitas itu akan menjajakan makanan jajanan pasar dan keuntungannya bisa disebarluaskan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Setelah lulus kuliah pada tahun 2015, saya berjualan jamu. Jamu kekinian yang dikemas menarik agar anak milenial suka. Nama brand jamu itu adalah Jamumu. Saya berjualan di car free day setiap hari Minggu dan menerima pesanan online setiap hari. Bisnis itu cukup menguntungkan. Saya tidak pernah merugi.

Namun, orangtua saya menginginkan ijazah saya untuk dipakai melamar ke perusahaan. Orangtua saya ingin melihat anaknya menjadi pegawai kantor yang dianggap lebih oke. Meski saya sebenarnya lebih memilih menjadi wirausaha. Saya memahami keinginan orangtua, karena saya adalah anak satu-satunya yang lulus dengan gelar Sarjana. Orangtua saya yang lulusan SD berharap anaknya bisa bekerja di kantor. Demi menyenangkan hati orangtua saya, saya melamar kerja di sebuah perusahaan media ternama di Indonesia. Setelah melalui tahap seleksi, saya diterima. Akhirnya bisnis JAMUMU terhenti karena saya bekerja di media. Selain bekerja di media, saya juga membuka les privat untuk anak sekolah dasar sehingga bisnis JAMUMU tidak ada waktu untuk mengerjakannya. Saat itu bisnis JAMUMU diantar atau delivery order. Semua pengerjaan dari belanja, membuat jamu hingga pengantaran saya kerjakan sendiri. Keuntungannya sangat sedikit. Sehingga apabila dikerjakan oleh orang lain, saya khawatir tidak bisa memberi gaji yang layak. Akhirnya bisnis JAMUMU terhenti.

Pada tahun 2018 saya menikah dan meninggalkan kota Solo. Saya berdomisili di Semarang bersama suami. Kami sama-sama merantau. Suami asal Magelang dan saya asal Solo. Kami dipercaya mengembangkan sebuah angkringan.  Ada sebuah lahan cuci mobil seluas 1000 meter yang mangkrak. Lalu aku dan suami diminta untuk mengembangkan tempat itu menjadi angkringan kekinian. Angkringan tersebut diharapkan mampu menjadi wadah melenial untuk berdiskusi, rapat ataupun tempat bertukar cerita. Angkringan tersebut terbilang lancar meski banyak kendala. Angkringan tersebut berdiri dengan suntikan dana dari 5 investor. Namun, 5 orang tersebut berselisih akhirnya angkringan tersebut terhenti.

Pada tahun 2020, awal pandemi Covid-19 saya bekerja dari rumah (WFH). Karena saya tidak suka menganggur, saya merasa bosan di rumah. Akhirnya saya meriset sebuah minuman kekinian. Saya menciptakan resep dari beberapa powder minuman hingga mendapatkan rasa yang enak. Setelah itu saya tes pasar dengan menjualnya secara online. Brand minuman tersebut bernama ES.ECOPemilihan nama ES.ECO yang menunjukkan bahwa produk ini menjual minuman dingin dengan penada kata ES. Sementara kata ECO berasal dari bahasa jawa yang artinya enak.  Nama brand minuman ini sengaja saya buat dengan nama umum agar pengembangannya lebih luas. Karena kami menyadari pengenalan sebuah brand itu membutuhkan biaya uang, biaya waktu yang tidak sebentar. Sehingga dengan nama yag tidak terlalu spesifik bisa diharapkan brand ini akan terus maju dan berkembang karena produk minuman kekinian akan selalu ada dan diminati masyakarat.

Pertama berjualan ES.ECO kami menyebar brosur ke masyakarat, kos-kos mahasiswa dan berjualan di FB, IG dan Twitter. Kami belum memiliki outlet saat itu. Apabila ada yang memesan, kami buatkan di rumah kontrakan saya dan saya antar sendiri. Penjualannya cukup bagus hingga kami memiliki keuntungan yang bisa kami pakai untuk menyewa sebuah tempat usaha. Melihat pelanggan kami yang cukup banyak, membuat seorang youtubers meliput usaha kami. Sejak itu usaha kami mulai dikenal masyarakat hingga banyak yang tertarik membeli.

Kami berupaya terus mengembangkan usaha ini agar bisa menghidupi banyak orang. Membuka rezeki dan lapangan kerja untuk orang-orang yang membutuhkan. Selama 12 tahun saya berwirausaha, ini merupakan usaha yang paling berkembang dan menjadi proses terbaik untuk saya terus belajar.  Saya berharap bisnis minuman saya ini besar seperti starbucks. Mimpi harus besar, meski langkah perlahan-lahan.

Saya berharap dengan mengikuti program inkubasi Bisnis W20 #sispreneur dari sisternet ini saya bisa lebih memiliki ilmu beriwurausaha dan berjejaring dengan pengusaha-pengusaha perempuan lainnya. Ikut menjadi bagian dari perempuan yang mandiri dan berdaya bersama #Sispreneur.

Aku ingin bisnisku ini #JadiLebihBaik dan #BeraniNaikKelas. Karena tidak ada yang mustahil jika kita berdoa, berusaha dan memiliki keyakinan. Bisnis adalah soal hati, jika kita yakin, pasti bisa jalannya lebih mudah.

Dengan modal usaha kurang lebih Rp 40 juta, saya berhara bisa ebih gencar memperomosikan roduk es.eco dan membuat riset menu-menu lainnya.