Halo #Sispreneur diseluruh nusantara, apakah kalian suka makan cokelat? Atau sebaliknya, yang sangat menghindari cokelat dan segala turunannya??
Aku adalah pemakan cokelat sejak balita. Cokelat, bukan permen cokelat. Sebelum bercerita panjang, kenalan dulu. Aku Merry dari Kota Batu, ya Kota Wisata Batu yang 10 tahun terakhir ini terkenal sehingga makin berkembang menjadi kota pariwisata di Jawa Timur. Tujuanku ikut program inkubasi W20 ini tentu saja supaya aku bisa #JadiLebihPintar sekaligus #JadiLebihBaik sehingga mampu mewujudkan cita-citaku yang setinggi langit dan bintang. Kulanjutkan cerita tentang cokelatku.
Mengenal cokelat dari mamaku, dan mama bukan pemakan cokelat, bahkan tidak suka, tepatnya tidak mau makan segala sesuatu yang berhubungan dengan cokelat.
Saat kecil, mama suka memberi reward sepotel cokelat pada anak-anaknya tiap sore, ketika kami sudah ganteng dan cantik, alias setelah selesai mandi. Ritual itu berlangsung bertahun-tahun hingga kami cukup besar. Saat sudah mengenal uang saku dan bisa mengelola keuangan sendiri, kami baru paham kalo cokelat yang kami nikmati sejak kecil adalah cokelat impor. Tentu saja dengan uang saku yang terbatas, kami belum ada yang mampu membeli sebatang cokelat impor, bahkan untuk membeli cokelat lokal pun harus berpikir keras, karena itu beralihlah ke aneka produk olahan cokelat yang lebih terjangkau dan ramah di kantong anak sekolahan.
Pertama kali menghasilkan uang sendiri, yang pertama kubeli adalah cokelat. Tentu saja cokelat impor, suatu kebanggaan bisa beli cokelat impor, tapi supaya dapat banyak stok cokelat’ jenis lokal pun tak ketinggalan dibeli. Kegemaran makan cokelat terus berlangsung, bahkan hingga kini. Hingga suatu hari, aku dapat pencerahan, adalah suatu pemborosan bila hasil keringat kita hanya terkuras untuk hedon produk cokelat.
Akhirnya aku mempunyai ide untuk membuat cokelat sendiri, harus enak dan bisa dijual dengan harga murah. Membuat cokelat ‘enak’ dan murah terealisasi. Namun tetap belum seenak cokelat impor dalam kenangan.
Awalnya memproduksi cokelat kulakukan didapur kesayangan mama, saat hari Sabtu dan Minggu, disaat libur kerja. Dan karena membuat cokelat itu mengasyikkan, bisa menghasilkan uang ditambah cokelat bisa kunikmati diawal dan akhir tanpa harus membeli, akhirnya kuputuskan untuk benar-benar fokus didunia percokelatan dengan menggunakan aneka jenis cokelat yang ada di Toko Bahan Kue.
Sepanjang proses mengenal kualitas cokelat, akhirnya terbuka rahasia: Indonesia adalah salah 1 negara penghasil biji kakao (yang hanya ada 32 negara penghasil biji kakao di dunia), namun biji kakao kurang berkualitas. Ini yang menyebabkan produk cokelat berkualitas adalah brand luar negeri bukan lokal. Bahkan yang banyak ditemui di Indonesia adalah permen cokelat (olahan gula) yang bukan cokelat. Ini menjadi langkah awal, kuputuskan untuk membuat cokelat mulai dari biji kakao, dan biji kakao yang digunakan adalah biji kakao nusantara, asli Indonesia. Bersinergi langsung dengan beberapa petani kakao dan kelompok tani di nusantara.
Tetap di dapur kesayangan mama yang didukung dengan mesin berkapasitas kecil, terciptalah cokelat dengan rasa, kualitas, keaslian yang sangat ditunjang dari kreatifitas dan pengalaman yang terus berkembang. Ada lebih dari 100 varian cokelat praline dan lebih dari 50 varian cokelat bar, belum termasuk aneka olahan turunan cokelat, seperti: smoothie, es krim, dan truffle yang tercipta di dapur kecil.
Cita-citaku membuat cokelat enak dan murah akhirnya berubah: enak dan terjangkau. Mengapa terjangkau, sebab suatu hal yang mustahil membuat cokelat dengan harga murah.
Sesungguhnya, biji kakao termasuk makanan sehat, banyak kandungan baik yang hanya ada dalam kakao yang dibutuhkan manusia. Jika biji kakao diolah dengan benar, tentu akan menghasilkan cokelat yang baik. Dan tidak akan pernah ada kisah: orang menghindari makan cokelat. Uniknya lagi, fakta yang tidak bisa dibantah, Indonesia adalah negara yang penuh anugerah, negara kepulauan yang mempunyai keunggulan bahwa biji kakao tiap daerah mempunyai rasa yang berbeda, tidak ada yang sama. Apa jadinya jika tiap propinsi di Indonesia mempunyai brand cokelat sendiri dengan keaslian biji kakao daerah masing-masing? Itu yang tidak mungkin dimiliki negara lain, hanya ada di Indonesia.
Sayangnya, di Indonesia sendiri brand cokelat lokal belum terlalu berjaya, tetap cokelat impor menjadi pilihan masyarakat. Bahkan, Indonesia yang merupakan negara penghasil biji kakao, juga impor biji kakao. Untuk merealisasikan semuanya, dibutuhkan model cokelat baru yang belum ada di pasaran, cokelat yang sehat (teruji) dan aman dikonsumsi sehingga swasembada kakao bukan jadi angan-angan semata.
Sedang hangat-hangatnya mempersiapkan cokelat enak dengan harga terjangkau, dunia berkabung karena covid. Covid yang belum diketahui kapan benar-benar berakhir, membuat usaha yang kusiapkan nampak kelabu. Bagaimana tidak? Akhir tahun 2020 mempersiapkan bengkel cokelat, sehingga tidak lagi mengganggu dapur kesayangan mama. Tahun 2021 Covid dimana-mana bahkan diberlakukan PPKM adalah tahun pertama aku membuka usaha yang juga melibatkan karyawan tetap. Semua orang berhemat, tidak ada yang membeli cokelat (bukan kebutuhan pokok), tidak ada wisatawan yang berkunjung di Kota Batu. Beberapa teman sering bertanya: “…tokomu buka?...”
Bertanya tidak untuk membeli cokelat, karena saat itu banyak toko (apapun) memilih untuk tutup dan ‘meliburkan’ karyawannya. Dan saat itulah, justru aku terpacu untuk tetap berusaha dan berkarya, bagaimana caranya supaya orang lain yang bersamaku juga bisa tetap berkarya (bukan dirumahkan), dengan membuat aneka produk dari biji kakao selain menjadi cokelat, terciptalah tekao aka tempe kakao. Usaha selanjutnya untuk bertahan adalah membuka toko online.
Usaha yang kujalani tidak pendek apalagi mudah, ada jatuh-bangun, namun hingga saat ini bisa bertahan. Hal ini yang membuatku makin yakin untuk #MajuTerus, bahwa keputusan untuk fokus didunia percokelatan adalah tepat, dan sangat Indonesia. Produksi di Kota Batu, namun bisa memberi pengalaman pada orang lain untuk merasakan cokelat Aceh, Bali, Sulawesi, Kalimantan hingga Papua. Tidak ada perjuangan dan kerja keras yang sia-sia, sepanjang tidak merugikan orang lain, sepanjang memberi dampak positif, sepanjang selalu optimis. Masih banyak PR yang harus dikerjakan untuk mengenalkan cokelat Indonesia pada masyarakat dan mewujudkan swasembada kakao di Indonesia. Namun utamanya adalah mengenalkan tekao menjadi alternatif kebutuhan pokok. Salah 1 cara yang efektif adalah dengan menciptakan aneka menu olahan tekao, dan untuk memasarkannya harus membuka kafe. Mengapa kafe sendiri? Karena tekao merupakan produk pertama yang ada di Indonesia sehingga membutuhkan edukasi untuk mengenalkan. Siapa yang bisa mengenalkan anaknya #JadiLebihBaik selain ibunya sendiri? Bulan April 2022 kemarin muncul anggaran Rp 132.370.000 untuk biaya renovasi calon kafe seluas 28,8m?2; dan renovasi atap seluas 400m?2;. Jumlah yang cukup besar. Tentu saja hadiah modal bisnis dari Sisternet ini akan sangat membantu saya untuk mempercepat mewujudkan cita-cita saya yang setinggi langit dan bintang. Dari Kota Batu #MajuTerus untuk Indonesia, dan dari Indonesia untuk dunia #JadiLebihBaik. Sampai jumpa ... Senang bisa menulis disini.