Sister, siapa yang tidak ingat moment Idul Fitri tahun 2020? Ketika tidak bisa mudik karena terhalang pandemi, dan membuat kubangan rindu di hati akan keluarga dan kampung halaman, tak terkecuali di hati kami. Di hati Rahila, gadis kecil 5 tahun, ada kubangan rindu yang sangat dalam akan brownies kukus buatan tantenya di kampung. Siang malam dia merengek minta dibuatkan 'brownies Tante'.
Sedangkan bagiku, permintaan putri keduaku itu sangat berat. Bagaimana tidak? Aku yang sebelum pandemi adalah seorang guru les, membuat kue apalagi brownies adalah hal yang sangat asing. Tapi demi membahagiakan buah hati, kuberanikan diri untuk bertanya resep ke adik. Lalu dengan uang THR dari suami, kubelikan mixer pertamaku. Sekalian kami ingin membuat brownies untuk hantaran Idul Fitri para tetangga yang juga sebagian besar tidak mudik.
"Mba, sekalian saja kamu menjajal open-order brownies, siapa tahu jadi alternatif buat bimbel-mu yang tutup karena pandemi." Saran adikku yang terdengar menggelikan di telinga saat itu.
"Nggak ah ribet, enak ngajar les. Hehe. Ini sekedar mau nyenengin Rahila sama tetangga saja," Jawabku ringan.
Tapi, ternyata anggapan ribet itu berubah begitu mendapat respon para tetangga yang sangat menyukai brownies kukus buatan tanganku. Silih berganti mereka memesan brownies dari kami.
Dapur kami menjadi sibuk tiap akhir pekan. Dibantu suami, aku melayani pre-order brownies kukus tiap seminggu sekali. Lama kelamaan, orderan semakin banyak dan setiap haripun kami produksi.
Melihat respon dan antusias pembeli brownies yang merasa puas ternyata juga kepuasan tersendiri bagiku, hingga saat mereka meminta varian brownies panggang, aku pun juga antusias untuk mencoba dan voila..! Jadi favorit di kalangan pelanggan.
Kubuat juga brownies kemasan mini untuk dititipkan di tukang sayur di komplek, tujuannya agar semua orang bisa mencicipi Rahila Brownies, dan akhirnya order kemasan box. Cara tersebut cukup jitu, teebukti peminat kian hari makin meningkat.
"Bagaimana kalau kita menyewa salah satu ruko di depan?" Ujar suami suatu hari. Jujur aku keberatan karena modal belum ada modal yang cukup untuk menyewa ruko. Tapi, di luar dugaan, sore itu juga datang pemilik ruko menyerahkan kunci ke rumah kami, padahal suami hanya basa-basi bertanya lewat pesan singkat.
"Bayarnya boleh per bulan." Begitu kata pemilik ruko.
Akhirnya tanpa menunda, aku mencari perlengkapan untuk mengisi toko di toko online. Kucari barang-barang yang bagus, tapi terjangkau kantong kami yang pas-pasan.
Tanggal 7 Maret 2021, dengan satu orang karyawan, toko Rahila Brownies resmi dibuka. Hari pertama, para tetangga dan teman dekat datang meramaikan toko kami. Sadar bahwa tidak selamanya kami mengandalkan tetangga dan teman sebagai pelanggan, maka kami pun meluaskan target pasar lewat media Facebook dan Instagram.
Pelanggan baru dari penjuru kota Semarang, bahkan luar kota pun menambah daftar kontak kami. Brownies panggang bisa dikirim ke luar kota karena lebih tahan lama dan tentu saja dengan trik khusus agar aman di perjalanan.
Empat bulan setelahnya, platform pemasaran makanan dan minuman yang sedang naik daun hadir di kota kami, di luar dugaan omset toko sangat terdongkrak oleh platform ini.
Tapi lagi-lagi, kami sadar, bahwa kami harus berkembang tanpa mengandalkan kerjasama dengan sistem bagi hasil yang potongannya lumayan tinggi. Kami harus bisa mandiri, berinovasi menciptakan magnet-magnet baru untuk menarik pelanggan baru maupun lama agar mau membeli produk kami secara langsung baik offline maupun online. Kami juga ingin lebih dekat ke pelanggan dan menjangkau pasar lebih luas dengan membuka outlet di lokasi lain yang strategis.
Tapi tentu saja, untuk maju dan berkembang aku butuh meng-upgrade diri, baik segi ilmu bisnis maupun pengalaman. Karena itulah aku sangat tertarik untuk mengikuti Sispreneur ini.
Usaha yang lahir tanpa kami sengaja ini, telah membawa kami untuk berani merajut sejuta mimpi ke depannya. Semoga mimpi itu bisa satu persatu terwujud, yang kebaikannya bukan hanya untuk kami semata, tapi juga untuk semesta.