“Nanti kita bikin kelas donat saja. Targetnya teman-teman kamu, para purna tenaga kerja. Biar mereka bisa bikin donat untuk jualan sekaligus packaging dan gimana caranya jualan online. Kamu bikin list saja dulu, daerah mana saja yang akan kita datangi.”
Februari 2020, saat saya sedang belajar sekaligus bekerja di rumah teman yang memiliki usaha membuat kue merancanakan sesuatu. Pergi ke berbagai daerah, di mana yang didatangi adalah teman-teman saya yang notabene mantan tenaga kerja. Saat itu, teman saya yang memiliki usaha kue di Cikampek mentargetkan untuk pembuatan kelas donat. Di mana dia yang membawa semua bahan dan membagikan resepnya. Kata dia, ini bagian dari CSR (Corporate Social Responsibility) usaha yang dirintisnya. Bisnis usahanya memanglah tidak besar sangat, tapi, teman say aitu memang suka berbagi.
Wacana itu kami gulirkan sebelum pandemi datang menghampiri dunia. Pun Ketika saya baru dua bulan berada di sana, belajar, sekaligus bekerja. Saat itu, saya sedang dilanda kegelisahan karena tidak bekerja setelah enam bulan sebelumnya resign tanpa persiapan apa-apa. Saya yang tak pernah sekalipun belajar membuat kue, tak pernah mengenal butter atau pun margarin mulai berjinak-jinak dengan segala jenis macam-macam kue. Mulai dari donat, soes, pie buah, pudding, bolu dan sebagainya.
Tapi, fokus saya saat itu hanya membuat donat. Awal Maret 2020 kami sudah menentukan tanggal bahwa di pertengahan Maret 2020 kami akan mulai “roadshow” membuat kelas donat. Tapi, tiba-tiba dunia berubah. 2 Maret 2020, Corona terdeteksi ada di Indonesia. Lalu bermunculanlah segala hal-hal baru yang mengubah dunia tak terkecuali Indonesia. Pun dengan saya, yang baru belajar membuat kue selama hampir tiga bulan, akhirnya memilih pulang ke Serang dijemput oleh kakak. Tentunya, dengan alasan nanti sudah tidak bisa ke mana-mana. Maka buyarlah segala rencana untuk membuat “roadshow” kelas donat yang kami rencanakan.
Di rumah, saya bingung nggak tahu mau buat apa. Belum ada kerjaan tetap. Segala bentuk cicilan masih harus berjalan, dan kekhawatiran mengenai pandemi semakin menjadi beban pikiran. Dengan sisa uang yang ada, akhirnya saya memberanikan diri membuat donat untuk dijual. Tentunya, setelah mencoba berkali-kali ngadon menggunakan tangan. Karena sebelumnya Ketika saya belajar membuat donat di Cikampek menggunakan mixer besar.
Beberapa kali mencoba membuat donat untuk hasil sempurna seperti ketika saya belajar di Cikampek tentu saja tidak mudah. Kekuatan tangan dan mesin, tentu saja berbeda. Dan dengan keberanian, akhirnya saya mulai berani menjual donat kepada teman-teman terdekat saja dulu. Sebetulnya, hasilnya belum maksimal. Tapi, respon teman-teman alhamdulillah baik. Jadi, saya tambah semangat.
Memulai usaha kecil dengan modal sangat minim, tentunya tidak mudah. Meski ada permintaan, saya sering terkendala masalah modal. Akhirnya, saya jualan hanya sesekali saja. Tidak lama setelah berjualan, saya mendapatkan tawaran kerja sebagai penerjemah lepas. Sedikit demi sedikit, Ketika ada uang saya mulai menambah modal untuk berjualan. Meski belum ada catatan keuangannya. Jadi, saya mulai membagi waktu kalau sedang tidak ada terjemahan, saya akan membuat donat dengan sistem open po.
Saya memberi nama usaha saya Koedapan Semasa. Saya membuat akun di Instagram khusus untuk berjualan, tapi, sayangnya sangat jarang bahkan boleh dibilang tidak pernah membuat unggahan di Instagram jualan. Saya lebih sering menggunakan Instagram pribadi untuk sekadar membuat postingan, atau Ketika ada open po. Tak hanya Instagram, saya juga mengunggah jualan saya di Facebook, Twitter juga status Whatsapp sesekali.
September 2020, saya ke Depok. Ya, saya memang kerap tinggal di dua tempat. Serang dan Depok. Tapi karena ada pembatasan pergerakan, saya jadi jarang pulang ke Depok. Setelah sampai di Depok, kerjaan terjemahan saya waktu itu lagi sedikit. Akhirnya, saya Kembali berniat untuk mulai jualan.
Kembali, dengan modal yang tak berapa banyak saya mulai membeli serba sedikit bahan-bahan juga peralatan untuk membuat donat. Minus mixer tentu saja karena saya masih ngadon secara manual. Sedikit demi sedikit, teman mulai memesan donat. Dan Pembatasan pergerakan Kembali dilakukan. Selama September 2020, sampai Mei 2021 saya tidak pulang ke Cilegon. Pekerjaan sebagai freelancer dan penjual donat sampingan terus saya tekuni. Pasar di sekitaran Depok, ternyata lebih banyak. Karena mencakup wilayah Jabodetabek. Awal tahun baru 2021, saya membuat promo dengan membeli selusin donat, mendapat free setengah lusin donat. Tentunya, yang setengah lusin untuk dibagikan lagi untuk para pahlawan kebersihan di sekitaran Tangerang dan Bogor.
Ada juga, sekali waktu saya membuat promo dengan membeli selusin donat, mendapatkan free dua potong ayam. Di mana ayam yang didapat dikirimkan ke salah satu yayasan di Depok. Atau, pernah juga saya berkerja sama dengan teman yang menjual kopi untuk sama-sama membuat promo. Selama membuat promo, saya melakukannya melalui media social. Baik Facebook, Instagram, maupun Twitter.
2022, memasuki tahun kedua saya merintis usaha kecil-kecilan yang omsetrnya tak berapa besar. Baik Ketika di Depok maupun di Serang, saya beberapa kali membuat kerja sama dengan sesama penjual lain untuk membuat promo bundling. Juga berbagi dengan anak-anak pondok di wilayah Serang dan Cilegon.
Tak hanya membuat donat, sesekali saya mencoba membuat resep lain untuk kemudian dijual. Bolu potong, bolu ketan hitam, soes, choipan, tepung pelita, atau terkadang mencoba membuat cookies Ketika hari raya tiba. Lagi-lagi, market saya masih terbatas hanya untuk lingkaran teman-teman dekat saja dan dikerjakan di sela-sela kesibukan sebagai penerjemah bebas.
Mimpi untuk membesarkan usaha tetunya ada. Membeli mixer besar, juga oven listrik untuk memudahkan kerja saya. Pun, masih bisa berharap membuat kelas donat untuk beberapa kawan purna tenaga kerja di beberapa daerah. Selain itu, masih memiliki mimpi memberikan modal tambahan dengan sistem subsdi silang kepada para perempuan yang setiap hari berjualan dengan modal sangat terbatas. Hal ini, pernah saya lakukan Ketika seorang teman membeli donat dengan nominal Rp1,000,000 kemudian uang tersebut saya “bagikan” lagi di mana membeli dagangan mereka, lalu makanan yang dibeli Kembali dibagikan kepada yang membutuhkan atau di sekitar rumahnya.
Suatu hari, Ketika membuka Facebook di linimasa lewat pengumuman sebuah lomba, W20 Sispreneur: Program Inkubasi Bisnis UMKM Perempuan Indonesia. Saya baca satu persatu persyaratannya. Membaca dengan saksama pengumuman tersebut, saya jadi Kembali teringat dengan niat di awal tahun 2020 mengenai Kelas Donat untuk purna tenaga kerja. Saya semangat untuk mengikuti lomba ini, tentunya dengan harapan menang. Karena kalau saya menang, akan dapat banyak peluang belajar bisnis untuk mengembangkan usaha kecil saya. Dengan harapan kelak menjadi besar. Ada kedai kecil di samping rumah, juga bisa mendukung penggerak UMKM perempuan lain seperti keinginan saya selama ini.
Salah satu cupcake yang saya buat secara autodidak dengan tutorial YouTube
Keropok lekor dan choipan. Keropok lekor, makanan khas Terengganu malaysia. Choipan, makanan khas Kalimantan. Dibuat secara autodidak dengan resep dari YouTube.
Dengan adanya inkubasi dari #Sispreneur harapan saya sangat tinggi untuk belajar mengembangkan bisnis baik secara offline dan online. Juga membagikan ilmu yang saya dapat kepada para perempuan penggerak UMKM lainnya.
Mengenai estimasi dana yang saya butuhkan untuk pengembangan bisnis saya ke depannya adalah sebagai berikut:
Total estimasi modal yang saya perlukan untuk pengembangan bisnis usaha saya ke depannya adalah sekitar Rp21,522,000. Di mana Sebagian saya belikan alat, penambahan modal bahan juga membuat kelas donat (serta pemberian modal awal) untuk beberapa purna tenaga kerja seperti wacana saya di tahun 2020. Tak hanya itu saja, penambahan modal subsidi silang untuk penggerak UMKM lain juga saya masukan.
Rasanya, dari uraian yang saya tulis di atas saya layak mendapatkan hadiah modal bisnis dari Sisternet. Karena tak hanya saya yang menjadi target utamanya, tapi juga penggerak juga pegiat UMKM perempuan lainnya. Karena di sana ada banyak perempuan yang setiap hari berjualan dengan modal yang sangat minim, tapi itu menjadi mata pencaharian utama untuk “menghidupkan” dapurnya.