Hai Sisters!
Apasih yang ada di benak kita ketika ada yang menyebut “snack”? Makanan ringan, selingan, namun nagih dan kebanyakan banyak yang mengandung Monosodium Glutamate atau sering disebut “micin”. Tidak ada yang salah kok kalau di Indonesia ini banyak pecinta snack ber-micin. Tapi untuk saya yang kalau makan snack ga cukup kalau sedikit, ini jadi problematika sendiri. Tenggorokan jadi terasa tidak enak, gampang mengantuk dan efek lainnya. Jangan-jangan kamu yang baca artikel ini juga sering merasa demikian?
Di masa pandemi, banyak orang yang mengharuskan diri dirumah saja. Baik yang bekerja bahkan sampai sekolah. Tidak bisa dipungkiri, melakukan aktivitas yang seharusnya tidak dikerjakan dirumah menjadi dikerjakan dirumah ternyata punya tantangan tersendiri. Yak, termasuk urusan ngemil. Saya yang doyan ngemil teringat punya stok Opak dirumah, saya menggorengnya dan karena ingin ada rasa berbeda, saya tambah bumbu racikan sendiri. Ternyata orang rumah suka! dan mereka bilang “kok ini rada aman ya di tenggorokan walau ada bumbunya?”. Dari sini muncul ide peluang bisnis dalam benak saya.
Telu Snack, ide nama yang tercetus dari adik saya ini akhirnya jadi Merk bisnis saya. Awalnya saya coba bermain aman dengan menjual mentahan Opak saja. Namun seiring berjalan waktu, bertambah menjadi berbagai jenis seperti Rengginang dan Mi Yeye. Alhamdulillah, dengan power social media dan dari mulut ke mulut, akhirnya banyak yang membeli. Total terjual hingga ratusan kilogram. Sebagai pebisnis, saya tidak mau hanya berhenti disitu saja, keinginan untuk mengembangkan Telu Snack ini menjadi Snack Non MSG dengan variant rasa yang tidak kalah dengan yang bermicin membuat saya merasa harus untuk menciptakan produk yang tidak hanya diterima dikalangan orang terdekat, tapi juga untuk orang banyak. Dengan berbagai riset, trial and error, akhirnya Telu Snack ini punya Snack yang tidak perlu digoreng lagi.
Setelah mulai berproduksi, saya menemukan untuk pengembangan bisnis konvensional sejenis snack ini ternyata tidak semudah itu. Banyaknya proses yang harus dilalui sebelum sampai ke tangan costumer, dan saya tidak mungkin melakukannya sendirian. Terbiasa berbisnis Direct Selling dan memutuskan untuk merambah ke bisnis konvensional membuat saya harus belajar dari 0. Untuk melancarkan prosesnya tentu saya butuh support system lebih, modal lebih, bahkan mentor yang sudah berpengalaman di bidangnya. Itulah alasan saya mengikuti W20 #Sisterpreneur ini.
Dalam 2 tahun kedepan, dengan tambahan modal yang saya dapatkan dari kompetisi ini, saya ingin Snack ini sudah mudah dijangkau orang lain dengan tersedia di minimarket, tidak hanya dijual online. Untuk memudahkan orang banyak menikmati snack non MSG dan khas Indonesia. Keinginan ini tentu butuh modal yang tidak sedikit. Selain butuh tenaga kerja yang mumpuni, saya butuh melengkapi mesin pendukung, biaya operasional, perbaikan packaging, urus perizinan dan biaya marketing. Sempat ingin menyerah di akhir tahun 2021 lalu, karena ketatnya persaingan bisnis Snack, apalagi tidak semua orang Aware dengan Snack non Msg dan masih minimnya ilmu yang saya miliki untuk pengembangan bisnis ini, tapi ternyata feedback positif para costumer saya yang sudah pernah mencicipi membuat saya akhirnya tetap bertahan #JadiLebihBaik dan mencari cara untuk mengembangkan usaha ini.
Saya percaya, potensi snack Indonesia apalagi Non MSG kedepan akan terus berkembang bahkan bisa Go International. Dan program Inkubasi bisnis dari Sisternet ini bisa membawa saya dan @telusnack ke next level dan juga membantu para petani ubi dan orang lain untuk punya penghasilan yang stabil seiring dengan berkembangnya usaha ini.