Hi sisters! Perkenalkan nama saya Fatiyah. Saya ibu dari 2 orang. Saya juga seorang pengajar bahasa Jepang di sebuah Universitas swasta di Surabaya. Saya penyuka animasi Doraemon. dan film tersebut adalah salah satu point yang membawa saya hingga ke perjalanan saya saat ini. Saya sangat suka bahasa Jepang. saya mempelajari bahasa Jepang di Universitas dan berkesempatan melanjutkan studi di Jepang dengan beasiswa dari pemerintah Jepang. Sepulang dari Jepang, saya ingin memanfaatkan potensi saya dalam berbahasa Jepang untuk mendapatkan penghasilan lebih. hal itulah yang membuat saya yakin untuk membuka usaha saya yang akan saya ceritakan di bawah ini. By the way sisters, Saat ini saya telah menjalankan beberapa usaha dengan jenis usaha yang berbeda-beda dengan berbagai masalah yg berbeda pula di masa tumbuh kembangnya.
Kali ini, saya ingin berbagi pengalaman usaha saya yang grafik perkembangannya sangat aduhai. Aduhai di sini perlu saya garis bawahi karena berkat usaha inilah saya bisa tumbuh berkembang menjadi seseorang yang memiliki positive vibe. Aneh ya kalau itu disebutkan diri sendiri?? Tetapi memang itulah yang saya rasakan. Agar positive vibenya juga menular ke sisters di sini, kenalan yuk dengan Tsubomi House Training & Language Center! Karena namanya panjang banget nih, berikutnya saya singkat jadi Tsubomi ya. Agar mudah diingat oleh sisters sekalian.
Boleh ya sist, saya menceritakan kisah Tsubomi. Saya memulai lembaga kursus ini tanpa legalitas resmi di tahun 2011. Karena saya lulusan sastra Jepang, maka saya membuka usaha kursus bahasa Jepang ini. Menggandeng teman saya seperjuangan di Jepang semasa pertukaran pelajar di Jepang, kami yakin usaha ini akan maju. Dengan meminjam sepetak ruangan di depan rumah orang tua saya, kami memulai kesibukan kami saat itu. Saat itu kami tidak berani untuk menggaji orang luar, jadi kami handle sendiri semua order yang masuk. Dengan banyaknya kompetitor yang ada, ditambah dengan network kami yang tidak seberapa bagus, usaha ini belum menampakkan hasil yang signifikan di 1 tahun pertama. Pada akhirnya rekan saya memilih untuk “mendua”. Dia harus berpenghasilan agar istri dan anak-anaknya juga tidak kesulitan.
Berbekal teknik marketing seadanya ala ala saya, saya mencoba untuk mempertahankan Tsubomi. Order terjauh datang dari Indofood Banjarmasin. Saya masih menerima dengan catatan rekan saya menyanggupi untuk menjadi penerjemahnya. Seiring dengan berkembangnya review yang bagus untuk Tsubomi, klien menjadi sedikit lebih banyak namun resource tidak ada. Ada order bingung, tak ada orderpun pusing.
Semakin klien mengenal nama Tsubomi, semakin banyak klien yang ingin berkunjung ke kantor kami. Di bawah saya post juga foto “kantor” kami. Sayapun merasa minder untuk mengiyakan mereka datang ke “kantor” kami. Dengan berbagai alasan diplomatis saya menolak mereka. I didn’t have any confidence that time. Sama sekali ga pede. Sampai di satu titik, dengan penolakan order yang tidak dapat diselesaikan karena kurangnya SDM, para klien seakan mundur teratur. At one point, I thought I had lost my business. Saya berpikir inilah akhirnya, sudah selesai.
Kantor pertama Tsubomi
But hey, Tuhan maha baik. Saya meninggalkan Tsubomi, untuk mengajar di sebuah Universitas swasta prodi bahasa Jepang. Di sinilah saya bertemu dengan banyak pihak yang membuat mata saya terbuka. Termasuk suami saya dan juga investor usaha saya yang lain. Banyak hal yang saya pelajari, tapi benar kata orang, semua itu akan indah pada waktunya. Dengan support suami saya dan lingkaran mahasiswa saya, saya mulai berani menghidupkan kembali Tsubomi. Di sebuah rumah mungil yang kami beli, saya manfaatkan satu ruangan untuk mengajar bahasa Jepang. Menggandeng para mahasiswa untuk menjadi pengajar, cukup membuat pikiran saya ringan dan tenang. Tsubomi mulai hidup namun bukan tanpa masalah. Saya tidak punya dana untuk membeli kursi yang pantas seperti lembaga kursus pada umumnya. Tebak teman-teman apa yang saya gunakan waktu itu? Meja kecil yang biasanya dipergunakan untuk mengaji, yang harganya sekitar 50 ribu rupiah. Ga salah dengar nih?! NO! itulah yang saya gunakan. Malukah saya?? Yess! Malu banget. Saya tidak percaya diri untuk mengenalkan kursusan saya yang seperti itu. Sama dengan dulu, tidak berani mengiyakan kedatangan klien ataupun calon klien. Bedanya saat ini saya sudah mempunyai tim pengajar yang bagus.
meja yang dipakai untuk belajar di kantor kedua tsubomi
Saya masih ingat saat memberanikan diri ke suami untuk berbicara tentang ide menyewa sebuah ruko. Menimbang untung ruginya, kemungkinan rugi juga cukup besar, suami sempat menolak ide tersebut. Sekali lagi Tuhan maha baik, jalannya seolah diatur oleh Tuhan sedemikian rupa. Ada ruko disewakan dengan budget yang kami mampu. Lokasinya jauh dari keramaian namun dekat dengan rumah. Pada akhirnya suami saya menyetujui ide sewa ruko, namun dia bilang tidak mudah membawa klien ke tempat yang yah in the middle of no where. Jauh dari mana mana. By the way, lokasi ruko tersebut di Gunung Anyar Tambak Surabaya. Siap dengan konsekuensinya, saya mantap melanjutkan realisasi ide ini.
Tak terasa sudah 1 tahun berjalan di ruko tersebut, Tsubomi still slow but sure semakin berkembang. Dari yang tim hanya 1 orang, saat ini kami berani merekrut 5 orang tim tetap dan 5 orang freelance. Berbagai program kami perkenalkan ke masyarakat luas. Kami ingin masyarakat dapat mendapatkan pendidikan bahasa non formal untuk melengkapi skill mereka. Kami ingin memberikan berbagai manfaat untuk masyarakat terutama generasi muda, agar mereka bisa memanfaatkan skill yang mereka punya dengan baik.
Grafik perjalanan Tsubomi kami memang belum menunjukkan grafik kenaikan puncaknya. Namun memang kami berharap tidak akan menemukan puncaknya sehingga grafik itu bisa terus naik dan naik. Saya dan tim berpikiran positif bahwa suatu saat tidak hanya di Surabaya, di seluruh Indonesiapun, mereka yang mencari bahasa Jepang dapat mengenal dan mengucapkan nama Tsubomi seperti EF sekarang ini.
Kantor dan Ruang Kelas Tsubomi saat ini
Dengan mengikuti program KMP Sisternet 2022 ini, saya memberanikan diri untuk naik kelas memperluas jejaring, memperluas ilmu untuk menjadi lebih baik lagi dari sekarang. Saya merasa tidak pernah jatuh bangun. Yang saya rasakan adalah, jatuh, jatuh, bangun, jatuh, jatuh, merangkak untuk bangun. Tapi saya selalu positive thinking bahwa this is the way to win. Win with Pride.
Saya mengikuti kompetisi modal pintar ini agar saya pribadi dapat mengembangkan potensi saya di Sisternet. Apabila Tuhan memberikan kesempatan pada saya untuk menang di kompetisi ini, maka modal tersebut akan saya manfaatkan untuk pengembangan Tsubomi. Saat ini Tsubomi kekurangan buku ajar dan buku latihan yang harus diimpor dari Jepang yang harganya cukup fantastis. Saya ingin menggunakan modal tersebut untuk membeli buku-buku yang diperlukan Tsubomi.
Itulah jalan berliku Tsubomi sisters. Banyak orang bilang jangan mudah menyerah, yess it’s easy to say but hard to do. Terkadang, perlu kita mundurkan langkah atau stop di tempat, untuk menikmati pemandangan yang ada. Agar tidak hanya melihat the big picturenya saja. Tarik nafas, diam, nikmati kenyataan yang ada, and find the path…temukan jalanmu. Yang senasib dengan saya mungkin banyak. Harapan saya, tulisan ini dapat membawa manfaat positif untuk sisters.
#ModalPintar