Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), adalah anak yang mengalami keterbatasan keluarbiasaaan baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional yang berpengaruh signifikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya, seperti yang termuat dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Nomor 10 tahun 2011 tentang Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus, yang terdiri dari 12 kategori yaitu: anak tunanetra, anak tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, anak tunalaras, anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, anak dengan gangguan spectrum autism, anak tunaganda, anak lamban belajar atau slow learner, anak dengan kesulitan belajar khusus, anak dengan gangguan komunikasi, dan anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
Tapi, tahukah kamu bahwa ABK masuk dalam 15 kelompok anak yang rentan mengalami kekerasan? Bentuknya kekerasannya pun sangat beragam, Sisters. Misalnya kekerasan fisik, psikis, hingga hambatan-hambatan sosial seperti memberi label negatif dan diskriminasi. Sayangnya, perlakuan ini telah berlangsung sejak lama dan masih saja terjadi.
Persoalannya adalah, selama ini lingkungan di sekitar ABK masih belum ramah terhadap mereka. Lingkungan yang ramah ABK merupakan lingkungan di mana semua anak memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, dan dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin di dalam lingkungan yang nyaman dan terbuka. Menjadi “ramah” apabila keterlibatan dan partisipasi semua pihak dalam pemenuhan hak-hak anak berkebutuhan khusus tercipta secara alami dengan baik.
Tapi kenyataannya, masih banyak masyarakat yang berpandangan negatif terhadap kehadiran anak berkebutuhan khusus, bahkan masih ada penolakan dengan kehadirannya. Tidak hanya penolakan dari masyarakat dan lingkungan sekitar, penolakan bahkan justru berasal dari lingkungan paling dekat dengan anak, yakni keluarga dan orang tua. Padahal, penerimaan orang tua akan kehadiran ABK dalam keluarga menjadi poin utama dan mendasar bagi ABK dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Hal ini juga berkorelasi positif dengan motivasi dan penerimaan diri oleh ABK itu sendiri. Penerimaan terhadap ABK, akan memunculkan pola asuh dengan cinta dan kasih oleh orang tua sehingga anak tidak dianggap sebagai beban bagi orang tua. Disamping tentu saja, sudah menjadi hak ABK untuk tumbuh kembang, berpartisipasi dan mendapatkan perlindungan dari lingkungan sama seperti anak-anak lainnya.
Asisten Deputi Perlindungan Anak Bidang ABK Indra Gunawan menyebutkan, terdapat beberapa langkah-langkah guna menuju lingkungan yang ramah terhadap ABK. Yaitu:
Lingkungan keluarga diharapkan hadir sebagai benteng pertama membangun kemandirian ABK, sehingga memberikan ruang bagi mereka untuk dapat membangun kepercayaan diri dan mengembangkan potensi yang dimilikinya serta membangun mental ABK yang tangguh dan siap berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.
Sumber info: KemenPPPA