Mungkin bagi sebagian orang, menjadi sosok kakak adalah hal yang paling merepotkan, terlebih harus mengurusi adik serta bertanggung jawab terhadapnya. Aku akui, awalnya aku merasa begitu sangat jengkel memiliki adik perempuan, setiap hari selalu bertengkar, setiap hari selalu berdebat. Meniru gayaku, meminjam baju-bajuku, meminjam sepatuku, mengobrak-abrik buku bacaanku. Ah, rasanya ingin sekali jauh darinya, sehari saja. Begitulah fikirku dulu, bahkan aku merasa mengapa begitu menyenangkan menjadi kakak bagi adik orang lain, adik orang lain sangat penurut, tidak membantah, sopan dan menyenangkan. Tapi tidak dengan adikku.
Hingga akhirnya, aku jadi sering menginap di rumah temanku, mencari ketenangan tanpa pertengkaran dengan adikku. Bahkan aku membuat peraturan bahwa adikku tidak boleh memakai semua barang-barang dan alat makeup-ku. Selama aku tidak di rumah, tidak boleh ada barang yang ia sentuh, begitu tuturku.
Kenapa aku begitu selektif? Adikku ini sangat tomboy, sama sekali tidak memperhatikan penampilan, membereskan kamar saja dia ogah-ogahan, apalagi mengurus dirinya sendiri. Alhasil setiap selesai memakai bajuku, aku harus mencucinya sendiri karena tidak mau bajuku rusak dicuci olehnya.
Sampai suatu ketika, dia yang pergi jauh dari rumah. Menginap di rumah kerabat untuk liburan yang panjang. Awalnya aku merasa sangat senang sekali karena tidak akan ada lagi yang merecokiku. Selang beberapa hari aku mulai rindu, aku ingin menelpon tapi aku gengsi sekali, buat apa aku menanyai kabarnya? Yang ada nanti dia besar kepala merasa dirindukan.
Sungguh kekanak-kanakan sifatku, selama adikku tidak di rumah, Mama menasihatiku banyak hal. Mama berkata bahwa adikku sangat ingin sepertiku, dalam segala hal dia sangat menyukaiku. Mama berkata bahwa Adikku tidak ingin terlihat seperti laki-laki makanya ia selalu meminjam alat makeup-ku, selalu memakai bajuku agar terlihat lebih perempuan. Membaca banyak buku-buku milikku agar pintar seperti aku. Begitu pengakuan Mama.
Aku tertegun. Begitukah, Dik?
Namun aku belum percaya, aku masih menyimpan perasaan rinduku hingga adikku pulang. Sungguh kakak yang keras kepala sekali. Aku mengakui itu.
Ketika adikku pulang, aku senang meski tak menunjukan gelagat bahagia. Pertama kali masuk ke rumah, aku tahu dia memanggil-manggil namaku, membawakan oleh-oleh yang sama sekali tidak aku minta. Dengan mimik bahagianya, dia menyodorkan oleh-oleh itu padaku.
“Kak, adek bawakan kakak buku-buku traveling kesukaan kakak. Kata nenek, mungkin kakak kurang piknik makanya galak.”
Aku terharu, tak mampu menahan kaca-kaca yang pecah di mataku. Begitu tulusnya adikku padaku hingga membawakan buku bacaan kesukaanku. Benar kata mama, aku yang keras kepala dan egois. Tidak bisa jadi kakak yang baik untuk adikku.
“Ini juga, sweater hijau idaman kakak. Kemarin, kakak cari-cari referensi sweater hijau di online shop kan?” dengan nada menggoda yang manja, adikku memberikan sweater itu padaku. Dengan malu-malu dan tak berkata apa-apa aku pun menerimanya.
“Aku juga beli jaket kak, warna biru tua. Sengaja tidak warna hijau, nanti kakak marah lagi karena selalu aku tiru.”
Sungguh hujan menderas di mataku, aku peluk dia dan kukatakan maaf karena tidak pernah mengizinkan ia ingin jadi sepertiku. Tidak pernah mengasihinya seperti aku mengasihi adik orang lain. Aku bukan kakak yang baik baginya, tapi ia selalu ingin jadi sepertiku yang sangat baik menurutnya.
“Santai aja kak, jangan terharu gitu.” Kami berdua pun tertawa
“Besok kita ke puncak Berastagi ya kak, ada vihara cantik banget di sana.” Sambil memperbaiki rambutnya yang lurus, “Mau kan, kak?”
Tanpa berkata apapun, aku langsung memeluknya. Pertanda aku mau pergi dengannya. Dan seketika berjanji bahwa semua barang milikku adalah miliknya juga.
Dan di foto ini terlihat betapa umur tidak mempengarungi kedewasaan. Dia tidak lagi berdandan seperti lelaki, rambutnya digerai, cantik sekali. Siapa yang mengajarkannya mencatok rambut ya? Nenek?
Aku bangga memiliki adik yang dewasa seperti dia. Ketika ia ingin menjadi pintar sepertiku, aku malah merasa dia lah yang sangat mengajariku banyak hal.
Terimakasih adikku,
Tertanda kakak yang menyayangimu.