Pagi ini saya membaca sebuah artikel di Kompas.com. Saat memimpin sidang kabinet paripurna di Istana Negara pada Selasa(10/5) kemarin, Presiden RI Joko Widodo menyampaikan bahwa perkara kekerasan seksual, terutama terhadap anak-anak, adalah suatu kejahatan luar biasa. Menurutnya, kasus kekerasan seksual anak di Indonesia sudah dalam tahap yang mengkhawatirkan.
"Saya ingin agar ini menjadi sebuah kejahatan yang luar biasa sehingga penanganannya pun dengan sikap luar biasa."
Presiden RI Joko Widodo menanggapi kasus kekerasan seksual di Indonesia.
Presiden yang akrab disapa Jokowi ini menyebutkan bahwa pemerintah sedang memroses Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang akan bersinergi dengan revisi Undang-Undang Perlindungan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Jokowi menyebutkan kalau untuk kasus kekerasan seksual, penanganannya harus dengan cara-cara yang luar biasa.
Lagi, saya setuju dengan bapak presiden kita satu itu. Kekerasan seksual bukan tidak mungkin mengakibatkan trauma bagi para korbannya, sedangkan pelaku yang masih menciptakan teror pada korban tidak akan jera menurut saya jika hanya mendapat hukuman mendekam di penjara untuk beberapa tahun. Bahkan, selama ini yang saya tahu bahwa hukuman pidana untuk para pelaku kekerasan seksual maksimal hanya 15 tahun penjara. Trauma yang dialami korban? Bisa jadi seumur hidup bila nyawanya belum melayang.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, menyatakan kalau Perppu yang sedang diproses ini akan menitikberatkan pada pemberatan hukuman bagi pelaku, yaitu penerapan hukuman mati atau seumur hidup bagi pelaku kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak-anak, serta perlindungan bagi pelaku yang masih di bawah umur. Maksud dari perlindungan ini adalah bahwa pelaku di bawah umur akan dikenakan hukuman yang berupa rehabilitasi psikologi. Hal ini karena ada hukuman tersebut masih melihat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Baiklah, mungkin maksudnya memberi kesempatan kedua bagi pelaku yang masih berusia belia.
Lebih dari itu, tentu saja berita ini menjadi kabar gembira buat saya yang geram dengan kelakuan pelaku kekerasan seksual yang senantiasa tidak jera dengan hukuman yang selama ini diberikan. Memang untuk menangani perkara kekerasan seksual butuh keseriusan dan koordinasi yang baik dari berbagai pihak, baik pemerintah, LSM terkait, korban (ayo bicara!), ataupun masyarakat sendiri (stop the blame-the-victim stigma, guys!). Tapi, terutama sekali peranan pemerintah dan tersedianya payung hukum yang memadai. Sekali lagi, kabar gembira untuk saat ini.
Bagaimana denganmu, Sisters? Apakah ini juga kabar gembira bagimu?
Ilustrasi: muroba/deviantart.com